Minggu, 27 Maret 2011

Hubungan antara Pengetahuan Ibu Nifas tentang Perawatan Luka Perineum Dengan Penyembuhan Luka Perineum

Oleh Infotech25@shvoong.com, 5 Oktober 2010
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode masa nifas ini karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya. Hasil survei awal di BPS Kasih Ibu bulan Juni sampai dengan Juli 2006 dari 6 responden didapatkan 2 orang dengan kecepatan penyembuhan luka perineum lebih dari 7 hari.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui adanya hubungan antara pengetahuan ibu nifas tentang perawatan luka perineum dengan kecepatan penyembuhan luka perineum.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan desain korelasi dengan pendekatan cross sectional. Populasi adalah seluruh ibu nifas di BPS Kasih Sayang Ibu Jatirogo Kecamatan Jatirogo Kabupaten Tuban. Sampel yang diambil merupakan sebagian ibu nifas dengan luka jahitan perineum yang memenuhi kriteria inklusi yaitu 30 responden. Tehnik sampling dengan menggunakan non probability sampling tipe purposive sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner, untuk mengetahui hubungan antar variabel dilakukan uji Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pengetahuan ibu nifas tentang perawatan perineum diperoleh hasil dimana hampir sebagian besar responden memiliki pengetahuan tinggi dan rendah yaitu pengetahuan tinggi 18 responden (60%) dan pengetahuan rendah 7 responden (23,33%) sedangkan yang berpengetahuan sedang 5 responden (16,67%). Kecepatan penyembuhan luka perineum pada ibu nifas dengan jahitan perineum didapatkan hasil lebih dari sebagian responden mengalami penyembuhan normal (66,67%) sedangkan sisanya 10 responden (33,33%) mengalami penyembuhan yang lambat.

Dari hasil uji Spearman terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu nifas tentang perawatan luka perineum dan kecepatan penyembuhan luka perineum.

Tenaga kesehatan diharapkan bisa memberikan motivasi, bimbingan dan penyuluhan tentang pentingnya perawatan perineum, mengikutsertakan keluarga untuk berperan dalam mendukung ibu nifas melakukan perawatan perineum.

Jumat, 25 Maret 2011

KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA


Remaja adalah asset dan generasi penerus bangsa. Perjuangan para pendahulu negeri ini dan pembangunan yang dilakukan sekarang adalah wujud pelestarian bangsa. Remaja perlu disiapkan untuk meneruskan lestarinya bangsa ini.
Remaja adalah suatu masa transisi yang melibatkan perubahan tubuh, perubahan emosi, pencarian identitas diri. Suatu masa yang sangat krusial, dimana jika seorang remaja tidak mendapatkan bimbingan, perhatian dan kasih sayang dari keluarga dan lingkungan, mereka akan mudah terpapar informasi dan prilaku yang salah yang dapat membahayakan kelanjutan perkembangannya .
 Pada tahun 1994 diadakan konferensi internasional tentang kependudukan dan pembangunan (ICPD)  yang salah satu konsensus dari konferensi tersebut adalah pemberian informasi tentang Kesehatan Reproduksi Remaja (KKR) dan pelayanan kesehatan reproduksi. Masyarakat diingatkan kembali tentang tanggung jawab orang tua dalam membimbing anaknya termasuk bimbingan dalam kesehatan reproduksi.
Pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi masih rendah, terutama dalam hal menghindari kehamilan yang tidak diinginkan (KTD), Infeksi Menular Seksual (IMS), HIV dan AIDS. Hasil Survei Kesehatan Reproduksi  Remaja  Indonesia (SKRRI) Tahun 2002-2003 yang dilakukan oleh BPS memperlihatkan bahwa tingkat pengetahuan dasar penduduk usia 15-24 tahun tentang ciri-ciri pubertas sudah cukup baik, namun dalam hal pengetahuan tentang masa subur, resiko kehamilan dan anemia  masih rendah. Demikian pula pengetahuan remaja tentang IMS, HIV dan AIDS

TINGKAT PENGETAHUAN PENDUDUK USIA 15-24 TAHUN TENTANG BEBERAPA ISU KESEHATAN REPRODUKSI  INDONESIA TAHUN 2002-2003
KARAKTERISTIK
PRESENTASI PENDUDUK YANG MENGETAHUI DENGAN BENAR TENTANG:
Ciri-Ciri Pubertas Pada Laki-laki
Ciri-Ciri Pubertas Pada Perempuan
Masa Subur Perempuan
Resiko Hamil jika Sekali Berhubungan Seks
Anemia
LAKI-LAKI
80,2
70,2
20,4
46,1
65,7
PEREMPUAN
80,8
90,1
30,7
43,1
44,9
(Modul Pelatihan Pengelolaan Pemberian Informasi KKR Oleh Pendidik  Sebaya, 2008 hal 18)




TINGKAT PENGETAHUAN PENDUDUK USIA 15-24 TAHUN TENTANG BEBERAPA ISU HIV dan AIDS dan IMS  INDONESIA TAHUN 2002-2003

KARAKTERISTIK
PRESENTASI PENDUDUK:
Pernah Mendengar HIV dan AIDS
Percaya HIV dan AIDS dapat dihindari
Mengetahui 1 cara menghindari HIV dan AIDS
Mengetahui 2  cara menghindari HIV dan AIDS
Pernah mendengar tentang IMS
Dapat menyebutkan gejala IMS
LAKI-LAKI
82,1
65,6
36,3
10,7
40,0
30,0
PEREMPUAN
87,7
70,1
32,8
9,9
30,0
20,0
(Modul Pelatihan Pengelolaan Pemberian Informasi KKR Oleh Pendidik  Sebaya, 2008 hal 19)

 Survey yang dilakukan Lembaga Demografi FE-UI tahun 1999 dan 2003 menunjukkan bahwa pemberian informasi  tidak terbukti mendorong remaja mencoba melakukan hubungan seks atau berperilaku seksual aktif.
Secara garis besar pokok bahasan KKR adalah Perkembangan Seksualitas (termasuk pubertas dan Kehamilan yang tidak diinginkan) HIV dan AIDS, dan NAPZA (Narkotika, Alkohol, Psikotropika, Zat Adiktif). Ketiga bahasan tersebut di kenal dengan TRIAD KKR.
Arah kebijakan dari KKR adalah mewujudkan TEGAR REMAJA 2015. Membangun setiap remaja Indonesia menjadi TEGAR REMAJA yaitu remaja yang berperilaku sehat, menghindari resiko TRIAD KKR, menunda usia perkawinan, menginternalisasi norma keluarga kecil berkualitas dan menjadi contoh, idola, teladan dan model bagi sebayanya dalam rangka mewujudkan Tegar keluarga untuk mencapai keluarga berkualitas.
Untuk itu setiap remaja harus menyadari pentingnya KKR dan orang tua serta masyarakat mempunyai kewajiban dalam membimbing dan memberikan informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi yang benar. Dengan keseimbangan tersebut diharapkan keluarga Indonesia merupakan keluarga yang berkualitas karena dibentuk dari remaja yang berkualitas dan berprilaku sehat.


Selasa, 01 Maret 2011

Membuat Balita Senang Makan

Dua hari ini saya diributkan dengan SMS dari teman yang menanyakan vitamin untuk anaknya yang berusia 1 tahun agar doyan makan. Ternyata itu bukan dari 1 orang saja. Hmmm usut punya usut sepertinya saya tahu solusi yang bisa dipilih oleh moms and dads yang mempunyai anak sulit makan agar senang makan
1. Makan dalam situasi tidak menyenangkan (terburu-buru, dimarahi, suasana tempat makan terlalu ramai, panas dll).
Solusi: ciptakan suasana makan yang menyenangkan
a. Buat jadwal makan yang tepat dan ditaati antara moms or dads sehingga balita memahami jadwal makan
b. usahakan makan di tempat makan.
c. Beri pujian selama dan sesudah balita makan
2. Masakan moms tidak enak
Ternyata ini alasan anak sering jajan di warung. Mulai belajar masak moms, dengan bumbu yang lengkap ya. Jangan hanya mengandalkan bawang merah, bawang putih, lada dan garam di setiap masakan
3. Makan hanya di temani moms or mbak
Coba untuk makan bersama keluarga. Libatkan kakak, dad, nenek,  untuk makan bersama
4. Penyajian makan tidak menarik
Solusinya dengan mempergunakan tempat makan yang lucu sehingga menarik anak untuk makan

Yups, ternyata pengalaman pertama tentang membawa anak mempunyai dampak pada pola makan anak.

Boleh dicoba terutama belajar masak ya moms....